Dunia Terancam Mengalami Kelangkaan Sperma, Sebanyak 287 Miliar Perempuan Diprediksi Tak Bisa Hamil pada 2060

- 1 Maret 2021, 15:10 WIB
Ilustrasi sperma.
Ilustrasi sperma. /Pixabay/mariananbu

SEPUTAR LAMPUNG - Di usianya yang semakin tua, krisis yang dialami bumi dan penghuninya semakin kompleks.

Banyak prediksi yang mulai mencuat tentang masalah apa saja yang akan dihadapi manusia beberapa dekade yang akan datang.

Mulai krisis energi, krisis pangan, krisis air bersih, dan juga krisis lingkungan. Belum lagi masalah perang dan pandemi.

Rupanya, tak cukup sampai di sini. Sederet krisis lain juga mengancam bahkan termasuk sejumlah krisis yang agak kurang masuk akal, salah satunya dunia diprediksi juga akan mengalami kelangkaan sperma.

Baca Juga: Daftar Makanan Terbaik untuk Ibu Hamil Tiga Bulan atau Trimester Pertama, Enak dan Bergizi untuk Janin

Jumlah sperma yang menurun pastinya akan menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia di masa depan. Demikian peringatan seorang ahli epidemiologi terkemuka.

Shanna Swan mengatakan krisis kesuburan akan menjadi ancaman global terbesar dalam setidaknya 30 tahun mendatang. Demikian dipaparkan dalam buku barunya yang provokatif, Count Down: How Our Modern World Is Threatening Sperm Counts.

Dikutip dari DailyMail pada Senin, 1 Maret 2021 melalui Galamedianews, turunnya jumlah sperma bisa menjadi ancaman sebesar krisis iklim, ungkap Swan, ahli epidemiologi lingkungan dan reproduksi Icahn School of Medicine, Mount Sinai, New York.

Sebelumnya tahun 2017, Shawn juga mengungkapkan jumlah sperma di seluruh dunia telah turun lebih dari setengahnya selama empat dekade terakhir. Dan menurutnya penurunan masih akan berlanjut dalam beberapa dekade mendatang.

Baca Juga: Wajib Tahu! 5 Akibat Fatal Terlalu Sering Mengeluarkan Sperma, Berdampak Buruk bagi Kesehatan Pria

Saat ini hanya sekitar 1,9 persen dari semua bayi yang lahir di Amerika merupakan hasil teknologi reproduksi buatan. Namun tahun 2050 semua akan berubah.

Swan memperkirakan saat itu, sebagian besar orang di seluruh dunia tidak akan bisa hamil tanpa bantuan teknologi akibat penurunan jumlah sperma di seluruh dunia.

Ada banyak penyebab ketidaksuburan, tetapi Swan menyebut bahan kimia rumah tangga ftalat atau pthalates sebagai penyebab utama.

Phthalates ada dalam segala jenis produk. Di antara fungsinya adalah membuat plastik menjadi lentur, memungkinkan kulit menyerap lotion dan membantu menyempurnakan kemasan makanan seperti plastik elastis dan plastik kedap udara.

Baca Juga: Penyebab Kolesterol Tinggi Saat Hamil dan 5 Cara Mudah Menurunkan Kadar Kolesterol, Ibu-Ibu Perlu Tahu!

Tapi pthalates merembes dari kemasan ke dalam makanan hingga memasuki tubuh dan berdampak bahaya karena mengganggu sistem endokrin yang mengontrol hormon, termasuk testosteron.

Swan dan banyak ilmuwan lain percaya hal tersebut menjadi pendorong utama penurunan jumlah sperma. Studi tahun 2017 menunjukkan penurunan mengejutkan dalam jumlah sperma terutama pria di nagara Barat.

Pria yang memiliki jumlah sperma di bawah 15 juta per ml atau 39 juta per ejakulasi berisiko menjadi tidak subur. Demikian fakta Mayo Clinic, meskipun bentuk dan motilitas - atau pergerakan - sperma juga penting.

Satu dari tujuh pasangan di AS juga diperkirakan tidak subur. Sedangkan secara individu, sekitar sembilan persen pria diperkirakan sudah tidak subur pada 2018, demikian perkiraan terbaru CDC. Jumlah itu jauh lebih banyak dari penelitian Swan tahun 2017.

Baca Juga: Sering Dikira dari Luar Negeri, Restoran Franchise Ini Ternyata Produk Lokal Indonesia

Swan menemukan jumlah sperma di antara pria Barat turun hampir 60 persen antara tahun 1973 dan 2011. Rata-rata, jumlah sperma menurun sedikit lebih dari satu persen setiap tahun.

Dengan tingkat penurunan tersebut, persentase pria yang tidak subur saat ini sekitar 12 persen. Dan jika tren berlanjut, tahun 2050 41 persen pria di dunia akan mandul.

Sebagai gambaran jika warga dunia saat ini tujuh miliar maka dalam perkiraan Swan tak kurang dari 287 miliar penduduk Bumi harus menjalani prosedur bayi tabung.

Dengan jumlah sperma dan kualitas yang menurun, sebagian besar populasi akan terpaksa menggunakan teknologi reproduksi berasistensi (ART).

Baca Juga: Pilih 3 Situs Mitra Pelatihan Prakerja Gelombang 12: Cepat Dapat Sertifikat dan Insentif, Nomor 2 Rekomendasi

“Jadi dengan penurunan jumlah sperma dan kualitas air mani, termasuk penurunan kesuburan dan fakta bahwa jika jumlah sperma pria benar-benar rendah, maka satu-satunya pilihan adalah menggunakan teknologi alat bantu reproduksi jika ingin memiliki keturunan,” papar Swan.

Penelitiannya menunjukkan penurunan jumlah sperma telah terjadi sejak tahun 1973, tapi terkait skala cakupannya tak terdokumentasi dengan baik.

Yang pasti phthalates mulai ditemukan pada 1920-an dan mulai tersedia secara komersial pada 1931.

Awalnya phthalates digunakan untuk PVC, plastik yang keras tapi elastis dan produk seperti pengusir serangga. Sejak itu penggunaannya mengalami ledakan.

Kini produk kecantikan termasuk sampo, cat kuku, pembalut wanita, lantai kayu imitasi dari vinil, kantong infus, minyak, deterjen, dan kemasan makanan ikut menggunakannya.

Baca Juga: Tanda-Tanda Anda Mengidap Diabetes Tipe 2 Dilihat dari Mata, Hati-Hati Jika Penglihatan Kabur dan Bintik Gelap

Selain itu, obesitas dan kurang olahraga ikut memengaruhi kesuburan baik pria maupun wanita.

Lebih jauh phthalates disebut Swan mengganggu sirkuit antara dua bagian otak dan organ reproduksi wanita atau hipotalamus dan kelenjar pituitari, bagian otak yang mengatur hormon dan gonad, testis pada pria atau ovarium pada wanita.

Artikel ini sebelumnya telah tayang di Galamedia dengan judul "287 Miliar Perempuan Takkan Bisa Hamil, Bukan Perang Nuklir Kelangkaan Sperma Ancam Eksistensi Manusia di 2060".

Sirkuit ini mengontrol umpan balik yang menghasilkan hormon seks dan reproduksi sekaligus membantu mengaturnya.

Apa pun yang mengacaukan sumbu ini akan menurunkan kadar hormon seks, termasuk testosteron dan estrogen. Jika efeknya kuat atau cukup bertahan, maka dapat mengganggu reproduksi.***(Mia Fahrani/Galamedia)

Editor: Dzikri Abdi Setia

Sumber: dailymail Galamedia News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah