SEPUTARLAMPUNG.COM - Indonesia sudah masuk musim kemarau pada Juli 2022, namun curah hujan masih tinggi terutama di beberapa daerah. Mengapa bisa demikian? Berikut penjelasan BMKG.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberi penjelasan terkait penyebab musim kemarau tahun ini masih diikuti hujan intensitas ringan hingga lebat.
Adanya hujan di tengah musim kemarau disebutkan Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, sebagai fenomena atmosfer skala global-regional.
Ada 3 fenomena alam yang terjadi di Indonesia saat ini, yakni La Nina, Dipole Mode, dan MJO, Kelvin, dan Rossby.
1. La Nina
Dilansir dari BMKG NTB, La Nina adalah fenomena yang berkebalikan dengan El Nino. Ketika La Nina terjadi, Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.
Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia.
Karena fenomena atmosfer itu, musim kemarau masih diikuti datangnya hujan yang cukup signifikan.
Baca Juga: BPOM Izinkan Penggunaan Paxlovid untuk Pasien Covid-19 dengan Gejala Berikut, Apa Efek Sampingnya?
"Kondisi tersebut masih turut berpengaruh terhadap penyediaan uap air secara umum di atmosfer Indonesia," ujar Guswanto dikutip dari Antara.
2. Dipole Mode
Fenomena Dipole Mode ditandai oleh adanya anomali positif suhu permukaan laut di Samudra Hindia bagian barat. Sementara anomali negatif suhu permukaan laut terjadi di sebelah barat Sumatra.
Dipole Mode yang terjadi di wilayah Samudera Hindia hingga cukup berpengaruh terhadap peningkatan curah hujan di Indonesia bagian barat.
3. MJO, Kelvin, dan Rossby
Terdapat beberapa gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan.
Gelombang atmosfer yang aktif itu yakni Madden Julian Oscillation atau MJO, gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby, yang terjadi pada periode sama.
"Adanya pola belokan angin dan daerah pertemuan serta perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di sekitar Sumatera bagian selatan dan di Jawa bagian barat juga mampu meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di wilayah tersebut didukung dengan anomali suhu muka laut positif yang dapat meningkatkan potensi uap air di atmosfer," ujarnya.
MJO, gelombang Kelvin, dan Rossby merupakan fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala luas di wilayah yang dilewati.
BMKG memprediksi kedatangan curah hujan masih melanda sebagian besar wilayah Indonesia untuk seminggu mendatang, baik intensitas ringan hingga lebat.
Wilayah yang akan terjadi hujan sedang-lebat meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Hujan dengan intensitas ringan dapat terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.***